Hujan Sebentar Banjir, Salahkah Hujan Turun?

Sumber : rri.co.id sintang

Ini kisahku mengamati sekaligus merasakan perubahan kondisi alam berubah 180 derajat dari kondisi 5 tahun silam. Hujan turun dalam satu malam penuh mengubah esok harinya air menggenangi jalan. Ini juga bukan satu tempat melainkan beberapa tempat dari yang genangan biasa hingga kategori dalam sepanjang jalan raya provinsi Kalimantan Barat, rute Sintang-Pinoh.

Rasanya dulu tidaklah demikian. Jalan akan terendam banjir manakala intensitas hujan turun terjadi selama tiga hari berturut-turut dan itu hanya ada pada titik tertentu langganan banjir. Dalam hal ini jalan yang dilalui sungai kecil atau rawa dimana tempat yang dimaksud sepanjang pengalaman adalah kami menyebutnya Dakan dan Turba. 

Dakan dan Turba menjadi bagian favorit anak-anak bahkan orang dewasa manakala musim hujan tiba. Ketika air menembus jalan kami merasa senang sebab air berlimpah, orang-orang berbondong-bondong berenang atau mencuci motor di rawa itu serta memasang bubu (perangkap ikan). Hujan menjadi favorit kami pada masa itu kurang lebihnya diantara tahun 2010-2016, tepat dimana tahun aku secara intens melewati daerah itu untuk berangkat sekolah. 

Dakan dan Turba berada di desa yang berbeda namun di ruas jalan yang sama atau disebut sebagai jalan lintas kecamatan Dedai. Secara pengalaman pribadi menjadi dua masa yang berbeda pula dalam kisah sekolah dan musim hujan. Dakan adalah kisah perjalanan saat menempuh pendidikan SMP sementara Turba sebaliknya. Namun berbeda dengan guru kami yang berangkat mengajarnya berasal dari kota Sintang, mereka harus menempuh dua wilayah tersebut. 

Dapat dibayangkan ketika musim hujan tiba. Turba ketika musim penghujan tiba, pada masa itu jarang air akan menembus jalan raya berbeda halnya Dakan. Namun, kondisi alam saat ini berbeda. Hujan baru semalaman penuh esok pagi air telah merendam jalan dan dalam bagi ukuran pengendara motor biasa.

Keadaan yang berbeda lainnya juga terjadi di jalan raya provinsi di titik ruas jalan Simpang Nanga Pinoh, Nenak dan Simpang Sungai Ringin yang notabenenya wilayah perkotaan dan pemukiman serta bukan daerah lintasan sungai. Tiga wilayah tersebut saat ini menjadi langganan banjir lokal. Selain itu, dua wilayahnya memiliki kontur jalan yang rusak.

Bagi pengendara yang memiliki rutinitas perjalanan Sintang-Pinoh atau sebaliknya harus melewati tiga wilayah tersebut. Aku salah satunya merasakan beberapa peristiwa banjir lokal. Sepertinya banjir lokal ini dianggap hal sepele sebab masihlah pengendara bisa melewati kubangan itu sehingga tidak kunjung diatasi. Meski sebetulnya mengamati pengendara melewati genangan air tersebut banyak dari mereka berhenti sejenak berfikir antara melanjut atau berbalik arah sebab beberapa pengendara motornya mogok sebab kemasukan air. Bahkan aku pun demikian, dan tidak jarang lebih banyak memutuskan berbalik arah mempertimbangkan keselamatan.

Mengherankan. Hujankah yang terlampau sering turun atau ada campur tangan manusia di dalamnya? Jika diperhatikan ketiga wilayah banjir diruas jalan raya provinsi itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa tempat tersebut kini telah berubah ramai oleh pembangunan ruko tetapi kurang dibarengi membangun aliran air di sekitarnya. Tulisan ini dirilis salah satu tempat, saat ini tengah diperbaiki dan dibangun aliran air. Setelah 9 bulan lamanya melintasi jalan tersebut di beberapa bulan Maret, Agustus dan September curah hujan tinggi yang berakibat banjir lokal dan dua wilayah diantara ketiganya menjadi semakin buruk kondisi jalannya, kini tengah ada perbaikan. Semoga saja hal tersebut dapat menjadi solusi keprihatinan terhadap kondisi jalan provinsi.

Melanjut pembahasan di atas menyinggung soal banjir tidak lepas dari omongan banjir ada sebab hujan turun dan rentetan keluhan yang menyertai saat musim hujan. Lantas, salahkah hujan turun? 

Intensitas hujan akhir-akhir ini terbilang sering, bahkan media pemberitaan sudah mengabarkan beberapa daerah tengah terdampak banjir. Bukan rahasia umum daerah yang kerap kali tersebut dalam media masa, bahkan berbagai macam kritikan dan saran penyelesaian serta data yang menunjukan faktor terjadinya banjir.

Curah hujan yang tinggi bukan satu-satunya faktor terjadinya bencana banjir. Hal ini juga ditenggarai ulah manusia itu sendiri. Salah satunya banjir lokal yang terjadi pada pembuka tulisan ini sudah menjadi bukti ada kekeliruan dalam izin dan pembangunan. Selain itu, wajah baru pemberitaan nasional terkait bencana banjir salah satunya menyoroti bencana banjir Kalimantan Barat pada satu tahun silam, banjir yang terjadi ditenggari oleh penyimpangan implementasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dikutip dari betahita.id.

Warga setempat khususnya Sintang merasakan perubahan kondisi alam telah berbeda, tidak menyangka kejadian banjir pada tahun 2021 dahsyat. Salah satu warga pernah mengucap “Nembe weruh ana tronton ning tugu BI, seumur-umur dadi wong Sintang.” Dalam bahasa Indonesia “Baru liat ada tronton di tugu BI selama menetap di Sintang.”  Konon di tahun 90-an pernah pula terjadi banjir, baik lamanya waktu banjir dan volume airnya tidak sebanyak saat terjadi satu tahun silam. Pada tahun 2022 banjir kembali terjadi dibeberapa wilayah di kota Sintang. Semoga tidak seperti tahun lalu.

Dari rentetan kisah seperti ini bahwa untuk bencana banjir cenderung merupakan bencana yang tercipta adanya campur tangan manusia. Tidak sepantasnya menyalahkan hujan turun sebab sebetulnya buah bencana ini bermula dari ulah manusia itu sendiri, mengelola alam tidak dengan bijaksana. 

Tim Editorial ys.hm.id 


0 Komentar

    CLOSE ADS
    CLOSE ADS