Selayang Pandang Tentang Guru, Catatan Kisah Insan

Sumber : Gramedia.com

Tak pernah terbesit dibenak saya menjadi seorang pengajar seperti ini. Di dalam benak saya saat sekolah hanya belajar dan tetap selalu menghargai para guru sekalipun saya tidak menyukai mata pelajaran yang mana guru tersebut ajarkan kepada kami saat itu. Kala itu, saat masih menjadi seorang siswi, saya terkadang berpikir, “Jadi guru itu enak apa nggak ya? Ah, kayanya nggak enak. Apalagi kelihatannya sulit. Kalau tidak bisa menyampaikan materi dengan baik malah jadi bodoh murid-muridnya. Nggak lah, takut jadi guru. Kalau jahat, nanti murid-murid nggak senang.” Jadi, begitulah pemikiran saya saat itu yang dimana masih duduk di bangku sekolah. Tepatnya,  saya sudah lupa kapan saya memiliki pemikiran seperti itu.

Waktu terus bergulir, perjalanan demi perjalanan saya lewati. Hingga pada akhirnya, ketika saya duduk di bangku SMK, saya menyenangi dua bidang studi, yakni Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Sampai sejak kala itu pun masih belum terpikirkan untuk ingin menjadi seorang pengajar. Banyak sekali bidang studi yang saya dan teman-teman harus pelajari. Namun, yang membuat saya tertarik yakni kedua mata pelajaran tersebut. Saya tidak bisa menjelaskan secara khusus mengapa saya menyukai keduanya. Mungkin yang membuat saya tertarik karena kedua pelajaran tersebut adalah karena mampu membuat saya harus berpikir dengan serius saat mempelajarinya. Lucu juga sih, padahal sebetulnya ada mata pelajaran lain yang lebih sulit dari keduanya, misalnya Matematika. Tapi, entah mengapa memang saya tidak terlalu tertarik dengan bidang studi tersebut. Mungkin faktor ketidakmampuan otak saya untuk mencapai dan mendalami bidang studi tersebut. Padahal, kala itu guru Matematika di sekolah saya tersebut cukup mengasyikkan ketika beliau menjelaskan di dalam kelas, dan nyatanya teman-teman pun bisa memahami dengan baik, begitu juga saya. Tapi lagi-lagi, saya tetap tidak menyenanginya, I don’t know why. Dari situlah saya kembali lagi berpikir, “Mereka ini… ini seperti menikmati sekali profesinya? Enak sekali ya jadi guru? Pakai seragam, rapi, bisa mengajar di mana-mana.” Saya jadi bertanya-tanya pada diri sendiri.

Tak terasa hingga waktunya tiba saya lulus dari SMK, dan perjalanan berikutnya harus dipikirkan untuk langkah apa yang harus saya ambil. Melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi ataukah bekerja mencari pengalaman dan bisa merasakan bagaimana rasanya mencari uang sebagaimana orangtua saya berjuang mencari nafkah untuk saya dan adik. Bingung kala itu menimbrung terus. Ada tawaran dari guru untuk siswa agar bisa melanjutkan kuliah, tapi di sisi lain saya ingin sekali merasakan mencari uang sendiri. Setelah berpikir ulang, keputusan saya adalah ingin mencari pekerjaan agar bisa merasakan bagaimana rasanya mereka di luar sana yang pagi hingga malam mencari uang. Dua bulan sebelum menjelang akhir tahun 2008 usai, dan awal tahun 2009 hingga Juni 2009 saya telah merasakan bagaimana rasanya mencari uang seperti halnya mereka. Ternyata cukup menyenangkan, tapi ada sulitnya juga. Karena saat bekerja tidak seenak yang kita bayangkan. Di dalamnya ada banyak tanggungjawab yang harus kita jaga dan kita emban, ada tekanan juga pastinya. Enaknya, setelah satu bulan bekerja kita mendapatkan upah sesuai dengan ketentuan instansi tersebut.

Beberapa bulan kemudian, kebosanan melanda. Sebab mulai merasakan hal-hal yang mana jika dirasakan seperti sesuatu yang monoton. Pagi berangkat kerja, pulang kerja sudah dalam keadaan begitu lelah. Begitu seterusnya saya lalui, serasa ada hal yang kurang hidup yang saya rasakan.

Suatu ketika, umi dan abi saya bertanya, “Awakmu nggak pengen sekolah maneh ta nduk? Mosok anak-anake Umi Abi podo karo Umi Abi ngene. Nek isok, awakmu kudu luweh pinter, luweh berpendidikan dari Umi Abi” (Kamu nggak ingin sekolah lagi, Nak? Masa anak-anak Umi Abi sama saja. Kalau bisa, kamu harus lebih pintar, lebih berpendidikan dari Umi Abi)

Dari situ saya memikirkan kembali pertanyaan mereka, dan bertanya balik kepada mereka.

“Apa iya aku bisa kuliah? Kuliah kan larang Mi, Bi, sakno sampean,” tanya saya lagi kepada mereka. (Apa iya aku bisa kuliah? Kuliah kan mahal Mi, Bi, memang bisa)

"Wes gak usah dipikir masalah iku. Nek awakmu iyo, Umi Abi insya Allah tambah seneng,” imbuh Abi. (Sudah nggak usah dipikir masalah itu. Jika kamu siap, Umi Abi Insya Allah tambah senang)

Dari percakapan kami tersebut, saya teringat kembali apa yang pernah saya pikirkan kala itu. Pada bulan Juni 2009 saya resmi masuk ke bangku perkuliahan, dan qadarullah saya bisa mengambil bidang studi di bidang bahasa seperti bidang studi yang saya sukai yakni Bahasa Inggris. Semenjak saat itu my journey was started. Lika liku, up and down harus saya lampaui untuk bisa sampai ke tahap akhir.

Pada akhirnya di tahun 2017 saya terjun ke dunia pengajaran, tepatnya menjadi seorang Shadow Teacher atau kita sebut sebagai guru pengganti khusus anak-anak inklusi. Itu adalah kali pertamanya saya merasakan suka duka menjadi seorang pengajar. Meski sebelumnya saya sudah pernah menjadi tentor di lembaga bimbingan belajar. Tak terasa sudah hampir tiga tahun menjadi seorang Shadow Teacher, namun, saya harus resign dan dilanjut menjadi seorang pengajar di sebuah sekolah berbasis pondok pesantren hingga saat ini. Banyak sekali pengalaman yang saya rasakan dari semenjak menjadi tentor, Shadow Teacher dan pengajar yang sesungguhnya yang seperti saat ini saya jalankan. Salah satunya, ternyata apa yang saya pikirkan tentang seorang guru tidaklah semudah dan seindah yang saya lihat selama ini. Namun dibalik semua itu, hal yang paling berharga adalah bisa berbagi dengan anak-anak. Ilmu-ilmu yang selama ini kita tanam bisa kita salurkan kepada mereka, begitu juga saya mendapatkan beragam pengalaman, cerita dari anak-anak. Terharu rasanya jika saya mengingat kembali perjalanan saya hingga sampai saat ini.

Intinya, pendidikan itu luas, khususnya menjadi seorang pengajar atau guru tidaklah lagi berbicara tentang kepintaran yang kita punya. Itu tidak ada apa-apanya. Karena seorang pengajar atau guru bak lilin yang menghabiskan hampir seluruh hidupnya untuk memberikan lampu kepada banyak siswa. Maka, menjadi seorang pengajar yang baik adalah bagaimana cara kita membangun pengetahuan kepada mereka. Menjadi seorang pengajar yang hebat yaitu bagaimana cara kita membangun karakter yang baik kepada anak-anak. Semoga di hari guru dunia saat ini, tanggal 5 Oktober 2022 semua guru bisa menjadi guru yang baik, menjadi guru yang mampu menjadi teladan bagi anak-anak, serta bisa menyampaikan ilmu-ilmu yang bermanfaat untuk mereka. Selamat Hari Guru Sedunia 2022.

Tim Editorial ys.hm.id

0 Komentar

    CLOSE ADS
    CLOSE ADS